Kesan Pertama itu Kunci Segalanya


Saya memang baru-baru saja menjadi peminum kopi yang bukan berasal dari kemasan, hampir dua tahunan lah. Dan kopi pertama yang saya coba adalah kopi robusta dari Koh Abun. Dan itu enak. Selanjutnya, saya mulai sering mencoba minum kopi di tempat-tempat lain walau tak rutin, ditambah dengan waktu pernah magang di salah satu coffee shop, membuat saya sedikit menambah pengetahuan mengenai jenis dan pengolahan kopi. Sialnya, tak ada satupun yang saya catat, sehingga hal-hal tersebut saya ingat samar-samar. Maaf.

Kemarin, selepas dari Malam Puisi, saya diajak Oky untuk datang ke sebuah tempat: Rumah Seduh Kopi Semenjana. Sebenarnya, sudah lama ingin ke tempat ini karena sering dibicarakan oleh teman-teman yang lain. Namun, berhubung akhir-akhir ini banyak yang harus dikerjakan, baru menyempatkan diri untuk singgah kemarin. Saya pun pernah melewatkan kesempatan untuk merasakan kopi buatan Mas Rifki, pemilik Rumah Seduh Kopi Semenjana, ketika diundang oleh Mbak Ellie untuk datang ke Galeri Samarinda Bahari. Tapi, sebelumnya saya pernah dikenalkan dengan Mas Rifki oleh Mbak Ellie ketika ada kontes manual brew dan Mas Rifki keluar sebagai pemenang!

Saya, Oky, Wawal dan Disa datang bergerombol ke sana. Dan Mas Rifki langsung datang menyambut dan menyapa kami yang baru pertama kali ke sana, kecuali Oky yang sudah sering berkunjung. Benar-benar rumah. Di sana, saya juga bertemu dengan Bang Jarakada yang kemarin mampir ke Malam Puisi, Holid, Mas Dwi, mas-mas teman Holid dan Afaf, kenalan baru yang bakal jadi adik tingkat di kampus.

Sambil membuat kopi pesanan kami yang baru datang ini satu persatu, Mas Rifki juga ngasih penjelasan mengenai jenis dan pengolahan kopi. Harusnya, sembari ngobrol tadi, saya mencatat. Biar inget. Kopi saya dan Disa malam kemarin berjenis Sapan yang bersifat light roasting dengan proses V60. Kata Mas Rifki, kopi jenis ini sodaraan ama Toraja Yale yang diminum ama Oky dan Wawal. Kopi jenis ini menurut saya ringan di lidah, wangi dan ngebikin mood bagus! Sepanjang pulang, kepikiran buat nyelesaikan kerjaan, bikin tulisan ini, bikin ilustrasi dan merekam puisi baru di Soundcloud, haha. Bakal sampai pagi sih buat ngelakuin itu semua kalau dikerjain beneran.

Pada intinya, kesan pertama saya setelah mengunjungi Rumah Seduh Kopi Semenjana adalah saya bisa menemukan tempat di mana saya bisa minum kopi dengan pilihan yang beragam dan enak, dapat penjelasan mengenai apa yang saya minum, tak terlalu sering memegang laptop dan HP serta mendapat teman mengobrol yang baru. Bahagia, pokoknya!

Buat yang ingin bertamu dan merasakan kopi buatan Mas Rifki di Rumah Seduh Kopi Semenjana, silakan datang ke Perumahan Sempaja Lestari Blok U Nomor 41, ya. Atau, untuk lebih lengkapnya, bisa hubungi Mas Rifki melalui Twitter (@rifkiraofficial), Facebook (Rifki Ramadhan) dan Instagram (@rifkirama). Tabik!

HARAPAN?


Awalnya, tulisan ini akan berisikan puisi yang berkisah mengenai keputusan yang tak bijak. Tapi, setelah menimbang mood yang sedang kurang baik dan butuh piknik, marilah simak racauan dini hari yang semoga tak membuatmu menyesal dan segera menutup halaman ini lalu memutuskan tidur lebih cepat.

Siang. Samarinda. Panas. Udah biasa. Mengeluhpun sepertinya sudah menjadi kebiasaan. Biasalah, manusia biasa. Dibandingkan itu semua, ada yang lebih penting daripada sengatan Matahari: bertemu kawan untuk menjalankan tugas dan selanjutnya diisi dengan sesi private brewing dan sesi curcol di kedai kopi tempat kami bertemu.

Setelah menyelesaikan tugas dan mencoba kopi pertama buatannya serta icip-icip kopi yang kutahu belakangan bernama cupping, kami melipir ke salah satu spot yang ada di kedai itu. Berhubung aku mempunyai sindrom ingatan jangka pendek, aku mengingat bahwa ia bercerita mengenai seorang gadis yang masih menghantuinya, pendek kata: susah move on. Kali ini, dia bercerita lebih banyak mengenai gadis itu, juga mengenai perjalanannya selama berkuliah dan bertemu dengan beberapa gadis yang sempat lalu lalang di depannya. Tapi, hal itu juga tak dapat membuat magnet gadis itu memudar, justru semakin kuat, walau kini, katanya, ia tak ingin berharap lebih. (Kalau kamu membaca ini, maaf jika ada beberapa detail yang terlewat, ya!).

Sedangkan aku, aku bercerita mengenai seseorang yang baru saja menarikku masuk ke suatu tempat yang asing dan aku harus beradaptasi di dalamnya. Walau di beberapa bagian terdapat hal-hal yang sudah familiar di ingatanku, tetap saja ini tempat baru. Harus sungkem dan beramah tamah dulu dengan pemiliknya, berharap diberikan ijin untuk bisa tinggal dengan tenang di sana dan tidak merusak apapun nanti.

Namun, dapatkah kalian menemukan persamaan dari dua cerita di atas? Harapan. Sebuah kata yang selain menyimpan do’a-doa yang siap diuapkan ke udara, juga merahasiakan benih-benih resah di tanah yang siap untuk tumbuh ketika air hujan menyentuhnya. Dapat kalian bayangkan, bagaimana simalakamanya buah-buah harapan ini jika terus tercipta dari dua organ manusia yang berperan penting dalam hal ini?

Setelah keluar dari kedai kPpopi itu sampai sekarangpun, aku masih memikirkan macam-macam asumsi yang muncul tiba-tiba di pikiran. Memeriksa segala hal yang berkaitan dengan orang itu pun juga dirasa tak cukup, kecuali ada keajaiban tiba-tiba yang menguak rahasia di dalam Kotak Pandora ini. Masalahnya, apakah Waktu berbaik hati dan bersedia untuk membantu menyelesaikan masalah?

Baiklah, sebelum semuanya terlambat dan tulisan ini semakin tidak wajar, lebih baik aku menutupnya dengan titik.

Surat Ke-94


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan….

g 4 gembrit

Postingan ini akan menjadi pengingat saat ditimpa cobaan…

Suatu ketika, perasaan saya lagi berantakan seberantakan-berantakannya. Halah. Cliché words won’t affect me, jadi ya ga bisa dibilangin karena yang bisa save me is myself only. Tapi ga bisa memungkiri juga kalo ada masalah itu akan lebih ringan saat diceritakan ke orang-orang terdekat, walaupun mungkin mereka ga bisa kasih solusi.
Anyway, saat masih kalut, seorang teman dekat yang setahu saya tinggal di luar negeri tiba-tiba ada di hadapan saya. Surprise! Pengen rasanya cerita ke dia tentang beban yang ada di hati ini. Sebelum sempat saya cerita, dia malah cerita duluan. Well, tunangannya selingkuh. Serta merta saya merasa masalah yang saya alamin ga ada apa-apanya dibandingkan beban yang sedang dia alami. Saya malah lupa kalo perasaan saya lagi berantakan, kebawa simpati sama cerita dia. Yaiyalah kebawa simpati, saya tau hubungan mereka bahkan sebelum mereka belum saling kenal.
Ngeliat kondisi teman saya yang…

View original post 187 more words